*Berdasarkan 36 tahun di lapangan
Klik ini untuk halaman yang tidak dibagi-bagi

ISI • Halaman 1 / 5
Sesuai aslinya bila di baca dengan Netscape 4.x
Ke hal:  1 | 2 | 3 | 4 |

Maksud Program Kerja
Tidak Ada Isolasi Telepon *
Wujudnya Proyek Besar Telkom
Tergantung Dengan Suasana
Politik Stabil & bersih *
Dana Besar Bisa Masuk *
Dana Besar Mempunyai Motivasi *
Turun Ke Tingkat Orang Biasa*
Rencana Investasi *
Pendidikan Menjadi Pendidikan “Kreatif”
Kekuatan TNI Menjadi 2.1 Juta Personil
Menghadapi Luar Melindungi Dalam Negeri
Riwayat Hidup Penulis *
E-Mail

Program Kerja Indonesia Baru Tengah Disusun &Dapat Di Tambah & Diperbaiki Sesuai Keadaan



 
Indonesia Baru
Oleh R. Adji Suryo-di-Puro •  http://www.suryo.net
Alamat Internet Halaman ini: http://go.to/indonesia-baru
atau http://website.lineone.net/~affairs/1-indonesiabaru.html
Kembali ke Hal. 3 - Halaman 4 - ke hal.5

Ke halaman:  1 | 2 | 3 | 4 | 5
Email halaman ini ke teman? ... klik ini
Email webpage ini ke teman? ... klik ini
Biaya Terjangkau - Tidak Ada Isolasi Telepon

Biaya sambungan direncanakan sebesar Rp 30-50.000 per sambungan, atau sesuai keadaan setempat. Bahkan dapat di tiadakan karena abonemen sebesar Rp 5.000 s/d Rp 15.000 akan di pungut tiap bulannya, tergantung per kapita tiap daerah.

Tarif pemakaian dapat diturunkan menjadi Rp 30 s/d 40 per 3 menit, atau sesuai keadaan per kapita setempat, bukan diharuskan Rp 30-40/3 menit, dan jelas bukan tarif Rp 150-165 per 3 menit P.T. Telkom yang sekarang berlaku dan mencekik orang biasa.

Untuk hubungan lokal antara kode area yang sama (saling berhubungan didalam kode area yang merupakan daerah sentral sama) tidak akan dikenakan tarif pulsa per menit melainkan tarif sambungan yang besarnya sama dengan 1 pulsa karena sentralnya sama. Pemakai dapat berbicara di telponnya berjam-jam dengan dipungut hanya satu kali tarif lokal sebesar Rp 30-40 saja. Hubungan antara sentral lain diluar sumber penilpon dapat dikenakan tarif lokal sebesar Rp 30-40 per 3 menit.

Semua tarif dan lain sebagainya ditentukan sesuai kemampuan konsumen karena konsumen yang loyal kepada penyelenggara jasa telpon bermula dari penyelenggara yang memperhatikan kemampuan dan keinginan konsumennya.

Isolasi sarana telekomunikasi tidak diadakan karena isolasi ini ibarat bunuh diri bagi usaha telekomunikasi. Bila hubungan SST (satuan sambungan telepon) “A” di isolasi karena “A” tidak melunasi tagihannya, maka bila SST “B” menilpon ke “A”, biaya sambung/pulsa SST “B” tidak dapat dipungut. Walau “A” tidak dapat menilpon, memutus hubungan “A” sehingga “B” tidak dapat menilpon adalah menghilangkan sumber yang diperoleh dari “B”. “A” toh tidak dipungut pulsa walau telponnya tidak diisolasi bila ditilpon oleh “B”.

Maka, kenapa BUMN telpon menghilangkan potensi dari sumber “B” ?  Apakah karena perlu memberi “pelajaran” kepada konsumennya ?  Apakah karena BUMN bersikap “kita lebih tahu”, “kita yang berkuasa” sikap yang masih dianut pemerintahan kita saat ini yang merugikan BUMN telpon sendiri ?

Realitas dilapangan akan memodifikasi kebijakan ini, misalnya asal pelanggan “A” tetap membayar abonemennya telponnya berkisar dari Rp 5.000 s/d Rp 15.000 per bulan tergantung daerahnya, telponnya tidak di isolasi dan ia tetap dapat menerima semua panggilan walau ia belum melunasi tagihannya yang sudah lama belum dibayar.

Tagihannya dapat di cicil, seperti kebijakan Telkom sekarang. Bila pelanggan “A” tidak membayar abonemen Rp 5.000-Rp 15.000 tersebut, tentu ia tidak memerlukan sarana SST ini (misalnya karena rumah tidak dihuni), maka SST “A” dapat di isolasi sesuai keadaan setempat supaya SST tersebut dapat digunakan oleh orang lain.

Banyak orang menganggap sementara ini pejabat kita, diantaranya BUMN Telekom milik Pemerintah, sebagai pejabat bodoh dengan dilihatnya contoh tersebut. Pejabat yang tidak bersedia mengoreksi diri dihadapan kenyataan yang berupa 1 + 1 = 2, karena tidak ada jawaban lain kecuali = 2, adalah benar pejabat bodoh dan perlu diganti dengan mereka yang memiliki kecerdasan dan kemampuan untuk berpikir secara sehat demi pembangunan negara kita.

Wujudnya Proyek Besar Telkom Tergantung Suasana Politik Stabil & Bersih

Sebuah yayasan swasta Indonesia yang memiliki perusahaan pelaksana, memiliki hubungan dan kemampuan untuk membangun sarana telpon masuk desa (maupun membangun usaha-usaha lain), memasang tarif maupun sambungan murah, dengan bekerjasama dengan berbagai kalangan perbankan “prime bank” di luar negeri (di Inggeris, Swiss dan beberapa negara lain) yang mewakili deposan-deposan besar di bank-bank mereka. Penentu adanya dana ini bukan dunia perbankan, melainkan para deposannya. Bank hanya pelaksananya, bukan pemilik dana.

Dana Besar Bisa Masuk - Asal Tidak Ada Pungutan Ilegal

Wujudnya usaha telepon dan usaha besar lainnya sangat tergantung oleh pemerintahan Negara yang bersih, tidak main cekal dana besar yang masuk ke Indonesia, seperti berbagai pengalaman lapangan dimana dana besar milik orang tidak dimasukan kedalam rekeningnya, malah dimasukan kedalam rekening bank BUMN atas nama instansi pemerintah atau nama bank BUMN yang sering terjadi dan dialami oleh banyak orang kita maupun asing di saat Order Baru.

Sekalipun pemerintah memungut biaya yang resmi dan menyusun peraturan pemerintah resmi dan di anggap “legal”, selama pungutan ini tidak masuk akal dibenak orang, pihak asing (maupun pihak Indonesia sendiri) tetap menganggap pungutan ini “ilegal” dengan konsekuensi investor asing (dan investor Indonesia) memilih investasi di negara lain.

Mereka tidak niat – dan tidak ada waktu – untuk “menggurui” pejabat Indonesia. Dengan sikap pemerintah sementara ini “lebih tahu” dan tidak atau belum menyelesaikan masalah masalah korupsi seperti di Bank Bali dan bank-bank yang memberi pinjaman kepada anak perusahaannya dan kemudian disimpan di luar negeri, dan masalah-masalah bank-bank lain secara sungguh-sungguh, maka dana besar engan masuk sebelum lapangan kerja meyakinkan dan dapat dipercaya.

Dana besar dari berbagai sumber dunia dapat masuk ke Indonesia asal tidak dipungut segala macam pungutan dengan berbagai dalih seperti “pajak informal” sebesar 40% bahkan sampai dengan 60% sebelum usaha berjalan. Sehingga bila yang masuk 100, sisanya yang dapat digunakan menyusut menjadi 40 s/d 60 saja.

Kelakuan-kelakuan semacam ini memberi julukan Indonesia sebagai negara nomor 3 “paling korup” dari 235 negara yang ada di dunia. Suatu julukan yang sangat memalukan sekali bagi semua orang dan terhadap prestige bangsa Indonesia.

Pemilik Dana Besar Punyai Motivasi

Para pemilik dana besar mempunyai motivasi cukup logis, pertama, bermula sebagai seorang wiraswasta, bukan seorang administrator.  Kedua, wiraswastawan memiliki ide dan visi, dan ide ini terbang ke mana-mana.  Wiraswastawan menuntut perobahan demi kebaikan dan wujud visinya.

Sebaliknya, seorang administrator terpaku pada lingkungan yang diatur dengan segala macam peraturan, seperti di lingkungan militer atau dilingkungan dunia perbankan.

Seorang wiraswasta ide-idenya cukup luas, sehingga bila ada peraturan pemerintah yang menghambat, ia memiliki keberanian melobi supaya peraturan itu dapat dimodifikasi bahkan dihapus, bukan terpaku dan tidak berdaya dan ide-idenya gugur begitu saja. Bahkan sampai bertahun-tahun pun seorang wiraswastawan gigih memperjuangkan keyakinannya sampai menjadi nyata.

Para pemilik dana besar (para deposan besar di bank-bank, bukan bankirnya sendiri) memiliki “motivasi” membiayai proyek besar “telepon masuk desa” ini karena menyangkut kepentingan banyak orang.

Mereka tidak akan membangun ratusan hotel mewah berbintang 5, membangun ratusan pabrik semen, membangun ratusan kilang minyak, membangun ribuan pabrik pupuk, atau membangun puluhan ribu kilometer jalan tol karena tidak jelas siapa yang menggunakan dan mampu membayar penggunaan sarana-sarana ini sebab rakyat Indonesia saat ini belum mampu.

Nilai proyek “telepon masuk desa” ini sama dengan membangun ratusan kilang minyak, ratusan hotel mewah, ratusan pabrik pupuk dan puluhan ribu jalan tol secara sekaligus karena anggaran sebesar US$ 150 (seratus limapuluh) milyar dalam waktu 20 tahun.

Bagi pemilik dana milyaran dolar, makin banyak orang yang mendapat manfaat dari dananya – dan proyek ini bermanfaat bagi 140 juta manusia – makin besar potensinya bagi dananya untuk berkembang. Bahwasanya Indonesia adalah negara nomor 4 terbesar dunia merupakan salah satu faktor penentu.

Keuntungan lebih terjamin karena menyangkut banyak orang. Para pemilik dana ini merasa dananya akan lebih aman pula karena kemungkinan ada gejolak dalam tubuh 140 juta manusia lebih kecil daripada bila dananya ditanam di sebuah proyek yang menyangkut hanya kepentingan sekelompok orang diatas piramida masyarakat yang berjumlah 1 s/d 2 juta orang saja.

Pemilik dana besar tidak bertumpu pada pemikiran dan perhitungan dunia perbankan saja yang didasarkan studi kelayakan yang kaku, seperti pertimbangan bagaimana bila ada gejolak ekonomi yang dialami Indonesia dengan “krismonnya” (yang tidak terjawab oleh para ahli ekonomi), dan pertimbangan macam-macam skenario bilamana nilai rupiah anjlok, bila ada “revolusi”, bila ada penggantian pemerintah dan lain sebagainya (yang juga tidak bisa dijawab oleh para ahli ekonomi) karena bank bertanggung jawab kepada deposan/pemilik dana.

Pemilik dana memiliki kemampuan yang tidak dimiliki sebuah bank, yaitu menentukan apakah dananya dikembalikan atau tidak, dan dikembalikan atau tidak adalah wewenang pemilik. Untuk pendanaan proyek telkom ini, dana tidak perlu dikembalikan. Putusan pemilik dana untuk tidak mengembalikan dananya cukup logis sebab dana yang tersimpan di negara asalnya akan dikenakan pajak tinggi s/d 45% s/d 90% tergantung negara asal dana ini. Dan dana yang kembali hasil investasi dapat dikenakan pajak pendapatan yang tinggi pula.

Daripada di kenakan pajak tinggi, maka pemilik dana besar lebih pilih untuk mengadakan investasi yang berguna bagi rakyat besar dan sekalian mengangkat prestige pribadinya karena ia mendapat teman banyak yang telah dibantu. Selain membantu orang, ia dapat pula mengurangi kewajiban pajak karena investasi di luar negeri tersebut.

Pendana besar umumnya orang-orang senior diatas usia 50 tahun, bahkan sampai 95 tahun, lebih terbuka membantu orang lain daripada mereka yang masih muda dan baru mulai kehidupannya.

Kekwatiran dan pertanggungjawaban pemerintah dan negara Indonesia “mengembalikan” dana besar ini kepada dunia luar negeri dan faktor “hutang” yang membawa Indonesia pada krisis moneter sejak tahun 1997, tidak ada.

Masuk akal atau tidak keterangan ini, sangat tergantung kepada “dasar pengetahuan” serta “dasar pengalaman” yang menilai ini. Tanpa ada knowledge base dan experience base tersebut yang dihimpun selama hampir 14 tahun dan pertemuan dengan 2,300 manusia, diantaranya 1,500 orang asing yang membicarakan hanya mengenai proyek telepon masuk desa dan dana besar, maka sulit bagi mereka yang tidak mengalami ini memahami masuk akal atau tidak informasi ini.

Dana untuk keperluan proyek telkom di Indonesia yang disediakan seakan-akan milik orang Indonesia. Tidak perlu di konversikan kembali kepada mata uang dolar atau mata asing lainnya karena keyakinan pihak Indonesia mata uang rupiah pada kemudian hari akan menjadi sama kuatnya dengan nilai mata uang dolar, yen dan mark Jerman pada 20 tahun mendatang.

Membangun sarana telekomunikasi untuk 140 juta manusia yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup orang-orang kita, dan meningkatkan pula potensi 140 juta manusia untuk kemudian hari mampu berkembang, bermandiri dan kemudian membeli sarana dan jasa yang pemilik dana bersama ribuan pengusaha-pengusaha Indonesia lainnya akan bangun pada kemudian hari, adalah motivasi yang cukup besar bagi pemilik dana besar.

Dari pembangunan sarana telekomunikasi saja pemilik dana besar akan mendapat keuntungan, apa lagi dengan potensi yang dapat dikembangkan dengan lahirnya ribuan pengusaha Indonesia lainnya yang sebagian besar akan menjadi “teman-temannya”.

Selain dari kestabilan usaha karena pasarnya 211 juta manusia, yang di harapkan oleh para wiraswastawan pemilik milyaran dolar adalah hubungan yang kait-mengkait dengan usaha-usaha lain, kestabilan politik dalam negeri karena mereka tidak perlu gejolak yang membahayakan investasinya, dan hal-hal serupa yang belakangan ini mencemaskan rakyat Indonesia.

Selain motivasi usaha dan keuntungannya, pemilik dana besar mencari teman politk stabil, yaitu mencari kawan yang tidak terpaku kepada satu unsur masyarakat, melainkan unsur yang pasti – yaitu yang loyal kepada semua masyarakat tanpa dibumbui politik kelompok, dan bukan karena ia presiden sebuah negara, atau karena ia pejabat tinggi. Seorang presiden yang menjadi kaya dimata pendana besar jelas korup yang dapat berarti pula bahwa presiden tersebut akan mencuri uang pemilik dana tersebut pada kemudian hari. Seorang presiden yang sebelumnya kaya atau mendapat kepercayaan milyaran dolar, sangat kecil kemungkinan ia mencuri dari negaranya.

Diadakan dana besar bermilyaran dolar bertumpuh pada kepercayaan pada pribadi calon penerima dan penerima dana. Bukan karena adanya kolateral karena tidak ada kolateral cukup besar yang menyamai kepercayaan pada diri pribadi seseorang, dan bukan kepercayaan kepada sebuah institusi karena menyangkut banyak orang yang bukan semua orang didalamnya dapat dipercaya.

Mereka menyadari bahwa di tiap negara, apalagi negara besar dan cukup nasionalis seperti negara Indonesia, masyarakatnya enggan “dibeli” orang asing.  Maka mereka mencari mitra-mitra yang pantas dan dapat dipercaya untuk mengelola dana besar tersebut seakan-akan dana tersebut milik orang Indonesia karena pemilik dana asing tidak dapat muncul, dan sering kali tidak bersedia muncul sebagai pemilik karena potensi cemburuan sosial dan lain sebagainya.

Turun Ke Tingkat Masyarakat Biasa

Pemilik dana besar menyadari  investasi yang di tanam tidak akan lenyap karena pemasangan tarif dan biaya sambungan rendah tersebut. Mereka sadar bahwa supaya berhasil mereka harus mampu turun kepada tingkat daya beli orang kecil. Bukan seperti Telkom “memaksa” orang kecil naik ke tingkat yang ditentukan monopoli pemerintah yang seharusnya melindungi kemampuan rakyat Indonesia. Sehingga Telkom menghadapi keseimbangan pada pemasagan SST baru dan pencabutan SST lama. Ini bukan usaha bila 100 orang memasang 100 SST baru, tapi di sebrang jalan 100 SST lama dicabut.

Telkom bangga meraih keuntungan Rp 1.6 trilyun pada tahun 1998. Bagi orang lain, Telkom seharusnya malu ia “memeras” rakyat biasa karena rakyat biasa tidak ada pilihan lain. Alasan bahwa Telkom harus menyumbang pada pemerintah dana sebesar Rp 1 trilyun tiap tahun karena ia BUMN dan menjadi  salah satu “sapi perah” untuk anggaran pemerintah kurang tepat.

Dari peningkatan efisiensi kerja Telkom, dan mengurangi sedikit saja korupsi besar-besaran di lingkungan pemerintah, BUMN ini tidak perlu menyumbang satu sen pun, dan keuntungan ini dapat dikembalikan kepada masyarakat dengan bentuk tarif yang lebih murah. Kalau Singapore, Hong Kong dan negara lain dapat melakukannya, tidak ada alasan apapun P.T. Telkom tidak dapat juga melaksanakan penurunan tarif.

Indonesia Baru perlu memikirkan rakyat sebesar 211.000.000 manusia. Bukan segelintir manusia di lingkungan Telkom yang hanya berjumlah 50.000 orang.

Usaha pembangunan 140 juta manusia ini telah di rancang dan di pertimbangkan secara matang oleh Yayasan pemilik perusahaan tersebut selama 13 tahun sejak tahun 1986 dan kelayakan rencana tersebut di konfirmasi oleh berbagai kalangan internasional terkenal dan berpangalaman mengelola puluhan juta SST serta perbankan internasional yang bersedia kerjasama.

Para praktisi skala besar telah menguji konsep dan maksud program kerja ini dengan teliti.

Potensi ini selama Orde Baru belum dapat dikembangkan secara normal dan sesuai rencana karena gangguan-gangguan yang ada di saat pemerintahan Order Baru, termasuk diantaranya paksaan halus oleh yang berkuasa untuk mengalihkan usaha ini dari para pengusaha murni yang enggan dikuasai oleh mereka yang tidak menyumbang apa pun kepada yang berkuasa.

Akibatnya salah satu pemilik dana besar ini karena memiliki kepentingan bernilai ratusan juta dolar di Indonesia yang sedang berjalan, terpaksa meminta persetujuan tertulis dari mitra usaha yang pertama dan janji menggagalkan usaha dengan yang berkuasa dengan cara halus pula dengan mitra dari kalangan yang berkuasa yang dipaksakan kepada mereka dengan cara harus menyetor dana tunai. Padahal sebelumnya, salah satu pemilik dana besar tersebut bersedia membiayai 100% dari usaha sebesar US$ 7 milyar dengan tahapan pertama sebesar US$ 1.2 milyar dengan menyerahkan saham mayoritas sebesar 60% kepada pengusaha Indonesia. Sementara itu, pengusaha pertama pemegang saham 60% tersebut yang telah memasukan akte notariel 60% saham Indonesia dan 40% saham asing ke BKPM, telah membuat janji-janji kepada mitra-mitra lain di Indonesia untuk saling bantu-membantu dan terpaksa menangguhkan perjanjian-perjanjian ini karena sumber pendanaannya telah dirusak oleh gangguan tersebut.

Rencana Investasi

Biaya pembangunan minimum untuk sarana telkom dan usaha penunjangnya adalah US$ 150 milyar dollar Amerika untuk 70.000 juta saluran berikut segala sarana pendukungnya termasuk jaringan satelitnya dalam waktu 20 tahun yang disebarluaskan dan digunakan di berbagai industri lokal yang berbeda-beda.

Tidak ada komisi dan ‘uang muka’ di bayar di muka sebelum diadakan pekerjaan, praktek-praktek selama ini yang di cela dunia internasional dan menghambat pembangunan negara pada umumnya dan menghambat pelaksanaan proyek ini pada khususnya.

Pendidikan Tradional Menjadi Pendidikan "Kreatif"

Keberhasilan dari sebuah sistim pendidikan dimanifestasikan pada keberhasilan para lulusannya mencari nafkah. Makin besar yang berhasil mencari nafkah makin berhasil sistim pendidikan tersebut. Apakah mereka menjadi pejabat, pengusaha atau pegawai semuanya harus berhasil mencari nafkah sesuai dengan pendidikannya.

Bukan menghasilkan ratusan ribu lulusan yang menjadi penganggur setelah keluar dari sekolah karena dapat dipastikan mereka menjadi penganggur karena pendidikannya tidak sesuai dengan keadaan di lapangan.

Bahwasanya mereka menjadi penganggur adalah manifestasi ada sesuatu yang tidak beres pada sistim pendidikan mereka yang menghasilkan mind set (care berpikir) yang tidak sesuai dengan keadaan nyata di lapangan hidup.

Manusia Indonesia terdiri dari bermacam aneka ragam manusia yang memiliki bermacam kemampuan. Mengatakan bahwa seorang tidak dapat menghitung bukan berarti ia tidak memiliki kemampuan lain, misalnya melukis atau menjadi seorang artis unggul. Albert Einstein contoh bagaimana seorang yang tidak pernah menyelesaikan pendidikan formalnya menjadi seorang scientist/ilmuwan yang dikenal diseluruh dunia. Tidak mustahil bahwa ada juga bibit sejenis Einstein tersebut yang perlu digarap.

Menyadari bahwa adanya berbagai faktor yang tersimpan di tiap manusia, maka sistim pendidikan kita perlu mempertimbangkan keaneka ragaman, dan yakin adanya kemampuan potensi generasi muda kita dari segala lapisan masyarakat. Bahwasanya ada seorang anak di daerah kampung jauh dari perkotaan yang pendidikannya tidak tinggi, bukan berarti ia tidak dapat menjadi orang hebat asal ia diberi kesempatan, dan asal pemerintahan kita dengan cara bekerjanya jeli mencari bibit orang-orang yang punya potensi.

Dengan konsultasi dan mendengar para guru dan para murid di lapangan, maka pendidikan dapat disesuaikan dengan keadaan lapangan, yaitu dari bawah ke atas bukan sebaliknya, tentu dengan advis dan saran oleh para ahli pendidikan yang memiliki bermacam corak.

Departemen Pendidikan memberi kebijakan serta patokan-patokannya, dan pelaksaannya diatur dan diserahkan kepada lapangan. Walau cara bekerjanya akan jauh beda antara cara bekerja di NTT dengan mereka di Lampung, yang penting masing-masing daerah berhasil dengan cara-cara mereka sendiri. Definisi “keberhasilan"”seperti disebut diatas adalah sedikit mungkin jumlah penganggur. Pemerintah pusat bukan “dewa” dan tidak tahu semuanya, maka lebih baik pelaksaannya diserahkan kepada mereka di lapangan.

Tiap murid perlu memiliki kemampuan membaca dan menghitung sampai dengan tingkat SMP kelas 1. Setelah tingkat tersebut, pendidikan tiap murid di arahkan kepada kreativitas mereka karena tiap murid menghadapi di lapangan dan melalui keadaan nyata di rumah sendiri.

Peningkatan TNI Menjadi 2.1 Juta Personil:  Keamanan Nasional Terhadap Luar &  Memasuki Era Peranan Militer Di Dunia Internasional

Kekuatan Untuk Menghadapi Dunia Luar, Melindungi Dalam Negeri.

Kekuatan Tentara Nasional Indonesia perlu ditingkatkan menjadi 2.100.000 personil, atau 1% dari jumlah penduduk dari jumalah sekarang sekitar 450-500.000 personil, diantaranya 200.000 non-combatants (para pembantu sipil dan personil yang tidak memegang senjata).

Peningkatan kekuatan ini adalah untuk melawan potensi gangguan dari luar negeri, dan meningkatkan kemampuan untuk berperang melawan mush luar negeri, bukan selama ini untuk menengok ke dalam negeri. Peranan baru ini adalah menjaga kedaulatan Republik terhadap potensi musuh asing, bukan menengok ke urusan politik dwi fungsi dalam negeri. Peranan menghadapi musuh luar perlu peningkatan kemampuan TNI, mengingat besarnya wilayah Indonesia.

Kesan negatif oleh masyarakat selama 30 tahun lebih yang mengakibatkan kehilangan Timor Timur dan gejolak di berbagai daerah di Indonesia perlu di hilangkan dengan peranan TNI memasuki era Indonesia Baru dengan memangku peranan baru.

Untuk dapat menuju kepada kekuatan TNI ke dunia internasional ini, TNI perlu merobah diri dari dwi fungsi berobah peranan menjaga kedaulatan wilayah Indonesia dan menjaga kepentingan Indonesia di luar negeri di perairan internasional seperti angkatan bersenjata Amerika dan Russia.

Dengan adanya armada yang jumlahnya besar, negara yang berniat untuk ikut campur di dalam urusan dalam negeri akan mempertimbangkan unsur-unsur kekuatan fisik semacam ini. Dengan kata lain, bilamana Indonesia memiliki kekuatan TNI seperti kekuatan angkatan bersenjata Amerika Serikat atau Russia, negara lain akan pikir-pikir terlebih dulu sebelum ikut campur masalah dalam negeri.

Negara barat menganut kepada falsafah kekuatan angkatan menjamin perdamaian. Ini telah berulang kali terbukti. Falsafah ini adalah hak bangsa Indonesia untuk menuju kepada kenyataan yang serupa.

Negara yang mengadakan pakta pertahanan dengan Amerika Serikat dan Inggeris menunjukkan bahwa mereka sudah punya sebuah “skenario” bila perlu melawan Indonesia. Skenario oleh asing ini perlu dihilangkan dan di netralisir dengan kemampuan untuk menunjukkan gigi yang semua angkatan asing akan segani – bukan saja melalui perundingan dan menunjukkan kesetiakawanan saja yang selama ini dianut oleh pemerintahan order baru, melainkan ditambah dengan menunjukkan kita memiliki armada yang kuat. Banyak negara, terutama negara barat, hanya mengerti kekuatan fisik. Karena kita hidup sebagai masyarakat dunia dan ekonomi dan kekuatan militernya dikuasai dunia barat sementara ini, maka kita harus bertindak sesuai dengan pengertian barat ini.

Pengalaman meningkatkan kekuatan fisik negara terhadap ancaman luar negeri perlu di ikutsertakan unsur-unsur yang memiliki pengalaman dan jam terbang di lapangan dunia internasional melawan unsur intel dan sekuritas dunia internasional.

Unsur-unsur ini bukan saja para atasé militer atau seorang jendral dengan pengalaman perang di TimTim yang pengalamannya terbatas dengan unsur di dalam negerinya, atau menjadi seorang prajurit di tim penjagaan perdamaian di salah satu negara yang sedang bertikai karena pengalaman semacam ini telah diatur oleh pihak lain untuk kepentingan pihak lain.

Kita perlu menjalani hal-hal di dunia internasional untuk kepentingan kita sendiri. Negara asing tidak akan memberi kursus kepada murid asingnya bagaimana melawan kekuatan militer dan inteligensia negara mereka.

Unsur yang memiliki jam terbang sejenis ini, memiliki pengalaman di lapangan – merobah strategi operasional di tingkat internasional karena beberapa kali kegagalan mencapai suatu sasaran di dunia internasional melawan komunisme Eropa Timur, menyusun strategi baru supaya berhasil, diterjunkan langsung secara fisik di daerah operasional ditengah musuh-musuh tidak berseragam, harus mampu menyesuaikan dan menggunakan akalnya demi menyelesaikan tugas dan menyelamatkan dirinya karena unsur bantuan tidak dapat memasuki lapangan operasi, dan menyadari mempertaruhkan nyawanya bilamana tidak berhasil – adalah unsur yang perlu di ikutsertakan meningkatkan kemampuan TNI setaraf dengan angkatan bersenjata dunia.

Teknologi Canggih Untuk Keperluan Dalam Negeri & Angkatan Bersenjata

Teknologi canggih selain bersumber dari sumber tradisional barat dalam rangka bantuan militer, dapat juga di peroleh dari negara-negara bekas Soviet Uni, dan dapat diolah untuk kepentingan Indonesia tanpa syarat dan gangguan mitra tradisional barat.

Email halaman ini ke teman? ... klik ini
Email webpage ini ke teman? ... klik ini
Kembali ke Hal. 2 - Halaman 3 - ke hal.5
 

suryo@suryo.net

 
Penulis adalah Anggota
The HTML Writers Guild
dan mantan wartawan & editor berbahasa Inggeris di kantor Berita Perancis AFP dan kantor Berita Antara di London, Paris, & Koln pada pertengahan tahun -'60s
Vote for this page's Homepage
Starting Point Hot Site.
 
WEB SITE PROMOTIONAL AFFILIATES
BUY DIRECTPAY DIRECTSHIPPED DIRECT BY THE SUPPLIER •
 
Created withNetScape Composer 4.x–4.7
Netscape
Try AOL NOW!  Get 250 Hours FREE!
Join AOL Now! Get 250 Hours FREE!
you@email.com Generic you@email.com
Online Translation, Now!
In Association with Amazon.com
Short URLs
Easy Submit
Credit analysis
Freeware
Lowestmagazine prices on the Web
ZDNet Updates - The Easiest way to keep your PC up-to-date
  • 2000 Horoscopes
  • Free US InternetSerProviders Choose Your Newspaper.
  • Netscape 4.x How-to Tips
  • US Residents: Compare 4000 Cellfone Services & 200 Phone Products & Accesories
  • Converter: mph-kmh, lbs-kgs, ft-m, vol.torque, temp. etc.
  • Remove Startup Programs
  • Your Photos 3-D ScreenSaver
  • Modifiable Clipboard
  • Electronic Assistant PIM
  • FreeDay/Date/Mo/Yr Taskbar Clock
  • Official Consumers Electronics Association Site

  • Submit Your Tender/Offer
    Call Jakarta
    Travelocity.com
    Baby Home Page
    .22¢ to Taiwan
    .48¢ to India
    .35¢ to China
    Free Useful Software & Useful Websites
  • Amazon.com Books
  • Baby Center
  • Barnes & Noble.com
  • 1,000 Magazines site
  • FogDog Sports
  • Computer Software
  • News iSyndicate
  • Free Credit Reporting
  • Anti-Aging - Getting old?
  • Join AOL World's Largest ISP Now & Get 250 Free Hours
  • Get YourNext VISA Card
  • Free Computer Tips
  • Education Aid & Info
  • PCWorld's Newsletters
  • Get free forwardable generic mailyou@email.com
  • PC Magazine's Free Utilities
  • Freeware Quality Software
  • Ask Live ZD Net (PC Mag) Experts Tech Questions
  • Find All the Latest Linux Downloads from CNet.com
  • 2000 Horoscopes

  •  
     
    .17¢-.19¢ to Jakarta
    NextCard Internet Visa

     
    HEALTH NEWS
    Search MotherNature.com Search MotherNature.com
    Search MotherNature.com
    Shop By AilmentShop By Gender/Age • Naturopathic Medicines • Weight Loss • Supplements • Specialty Formulas • Minerals • Homeopathic • Teas• Herbs • Vitamins • Diet & Sports Nutrition • Pet Products • Coffee Products • Aroma Therapy Products • Bath & Body Products • Books From Mother Nature • Back & Neckcare • Osteopathy • Prenatal Supplements
    Note: Because of continual product changes you may not find the same named
    products above, but by entering their homepage and clicking their
    "Ask Our Personal Shopper" it will help you find exactly what you're looking for.


    LATEST NEWS
     
    JakartaPost
    Jakarta's Leading English Daily
     Financial Times | All Worlds Online Papers
     BBC|The Mirror
    LOGO KompasCyberMedia
    Indonesia’s largest circulation daily versi Indonesia | English | Dutch
    - Pos Kupang
    (WestTimor Daily)
    - Sriwijaya Post
    (East Java daily)
    - Banjarmasin Post


    FREE E-MAILER MAIL — CHOOSE YOUR LANGUAGE
    yourname@e-mailer.zzn.com
     Sign Up with e-mailer Mail
    ZZN Account
    Use Your Own Name without numbers - Lots of names still available - yourname@e-mailer.zzn.com - 12 languages, 4 more coming up
     First Name:  Last Name: