Klik ini untuk halaman yang tidak dibagi-bagi ISI • Halaman 1 / 5 Sesuai aslinya bila di baca dengan Netscape 4.x
Otonomi & Federalisme Aceh Sebagai Patokan Hukum Adat Setempat Hukum, Peradilan & Keadilan* Hukum Negara & Hukum Militer Narkoba * Duta Besar Penjual Jasa Untuk Negara * Tidak Minder Menghadapi Asing * IMF Dapat Dipengaruhi * Membela Indonesia Terhadap Asing Di Internet * Riwayat Hidup Penulis * |
|
|
|
Teknologi Canggih Untuk Keperluan Dalam Negeri & Angkatan Bersenjata Teknologi canggih selain bersumber dari sumber tradisional barat dalam rangka bantuan militer, dapat juga di peroleh dari negara-negara bekas Soviet Uni, dan dapat diolah untuk kepentingan Indonesia tanpa syarat dan gangguan mitra tradisional barat.
Teknologi canggih dan para ilmuwannya ditawarkan untuk bekerja di Indonesia – meneruskan sains dan teknologi canggih bekas Uni Soviet – tanpa syarat-syarat yang membebani dan mempermalukan Indonesia seperti syarat-syarat dunia barat dimana pada hari ini ada bantuan, esok harinya ditarik sesuai sikap moril negara barat mereka yang penuh keonaran membunuh 6 juta orang Yahudi dan 1.1 juta orang Vietnam.Jumlah ilmuwan praktisi dari bekas negara Soviet tersebut berjumlah puluhan ribu manusia dengan teknologi-teknologi tersimpan di benak mereka yang ditakuti Amerika Serikat.
Bagaimana kita dapat menggunakan potensi ini sangat tergantung pada pengalaman di lapangan baik di dunia operasional militer luar dan dalam negeri, pengalaman nyata melawan kekuatan intel komunisme di lapangan, dan lebih penting lagi di dunia keuangan dan cara mendapatkan pendanaannya.
Indonesia memiliki potensi untuk menggunakan mereka sebagai batu loncatan apalagi di pandu dengan pakta pertahanan dengan Daratan Cina dan kemampuan India dengan para pakar canggih di bidang teknologi komputer.
Sudah saatnya, Indonesia menengoh kepada bangsa Asia. Ramalan barat pun meramalkan Asia akan berkuasa di bidang ekonomi dalam 2 dekade ini yang mulai menjadi kenyataan dengan adanya Jepang sebagai kekuatan ekonomi nomor dua terbesar dunia.
Otonomi Atau Federalisme - Aceh Sebagai Patokan Masyarakat kita, termasuk unsur-unsur di pemerintah pusat dan daerah, belum sepakat definisi apa yang dapat digunakan sebagai patokan “otonomi”, dan faktor apa yang dapat dikategorikan sebagai “federalisme”. Sekalipun ahli sosial politik dapat mendefiniskan maksud ke dua istilah tersebut, untuk kepentingan negara kita yang sedang dilanda separatisme dan dikendalikan oleh emosi karena pelanggaran HAM di Aceh, rasa sakit hati, dan lain sebagainya di berbagai daerah lain, hendaknya yang di titik baratkan bukan istilah “otonomi” atau “federalisme” melainkan “keadilan” di berbagai bidang kehidupan masyarakat sehari-hari.
Menggunakan Aceh sebagai “patokan ekstrim”, maka kesimpulannya adalah bahwa yang didambakan masyarakat Aceh adalah keadilan, hak azasi manusia, pembagian hasil daerah yang lebih besar dan kebebasan melakukan apa saja yang dihendaki rakyat Aceh dalam batas peraturan dan undang-undang negara.
Hukum Adat Setempat Walau hukum negara perlu ditegakkan, pemerintah perlu ingat bahwa ada hukum adat yang beraneka ragam. Adat istiadat suku Aceh (dan hukum adat di propinsi lain), perlu dipertimbangkan. Bilamana ada pertikaian di daerah Aceh dengan kacamata adat Jawa, maka masalah ini tidak kunjung selesai dan kita di Jakarta bingung kenapa sih rakyat Aceh rewel banget?
Pada hal melihat kenyataannya, rakyat Aceh menyumbang pada kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam penyelesaian keluhan masyarakat Aceh tidak benar bila seorang hakim (pengamat, pejabat) dari Jawa yang tidak mengenal adat Aceh menentukan dan menyelesaikan pertikaian di Aceh tersebut berdasarkan hukum negara yang dapat bertentangan dengan adat setempat. Maka Negara harus dapat memisahkan antara Hukum Negara yang menentukan bagi semuanya, dan Hukum Negara yang tidak ikut campur adat istiadat Aceh dalam konteks otonomi atau federalisme.
Yang menentukan Hukum Adat adalah rakyat Aceh melalui DPRD Aceh yang perlu di dominasi oleh rakyat Aceh. Hukum Negara tidak dibenarkan campur tangan selama menyangkut adat Aceh (atau Irian, Ambon dan lain sebagainya).
Hukum Negara adalah hukum yang berlaku untuk seluruh wilayah Negara, termasuk semua rakyatnya. Keadilan yang tuntas yang di dambakan, perlu mempertimbangkan adanya masing-masing adat istiadat yang beda di tiap daerah. Hukum adat dan keaneka ragaman ini perlu di akui oleh Hukum Negara.
Hukum Negara yang berkuasa atas hukum adat adalah, misalnya, tidak mengenal diskriminasi antara suku atau agama. Misalnya, seorang Kristen tidak dapat menjalani ibadahnya karena tempat yang sedang dijalankan kepercayaan itu adalah di daerah lingkungan penduduk agama lain (atau sebalinya). Ahli-ahli hukum, dibantu dengan sesepuh suku, dapat menemukan contoh-contoh lain yang menentukan bahagian mana “bahagian adat” dan mana “bahagian Negara”.
Apabila ada aparat yang melanggar hukum Negara ini, ia segera ditangkap oleh aparat Negara.
Bukan menyembunyikan kesalahan aparat tersebut karena ia anggota apparat, seperti terjadi di Ambon saat aparat menembaki seorang ibu tua dan kelompok 60 orang sipil; di saat aparat memperporaranda sebuah rumah sakit di Jakarta, dan di saat seorang pengacara yang sedang menjalani tugasnya langsung di tangkap dan dibawa paksa oleh petugas tanpa surat penangkapan resmi, yang jelas melanggar ketentuan prosedur aparat tersebut dan hukum Negara.
Aparat yang bersalah dan melanggar hukum tidak pantas dibela dengan sikap “minta maaf” oleh pimpinannya yang masih dianut sekarang oleh penguasa. Atasan perlu segera “mengamankan” aparat bersalah tersebut karena aparat penbegak hukum harus memberi contoh menegakkan hukum, bukan pura-pura tidak tahu adanya hukum yang dilanggar.
Prinsip yang mengalir pada Program Kerja Indonesia Baru ini, yaitu prinsip “keadilan yang sama” (keadaannya di balik), apabila aparat yang melanggar hukum tersebut mendapat perlakuan yang sama, apakah aparat itu bersedia ditangkap begitu saja tanpa prosedur yang benar disaat ia menjalankan tugasnya?
Apakah aparat tersebut bersedia tempat kerjanya diporakporanda oleh pihak lain padahal aparat ini tidak terlibat? Dan apakah aparat ini bersedia ibunya dan kawan-kawannya yang tidak memiliki senjata ditembaki oleh aparat bersenjata tanpa ada alasan yang jelas?
Diyakini jawabannya pasti tidak bersedia. Maka, bila jawabannya tidak bersedia, apa bedanya dengan orang lain yang menerima perlakuan yang tidak benar ini?
Perlu di ingat kembali bahwa masyarakat yang pernah disakiti hatinya telah memporak randa kantor aparat; telah membunuh aparat (seperti di Aceh), dan telah berbuat bermacam-macam kelakuan karena mereka marah yang aparat tidak berdaya melawannya. Apakah ini yang kita hendaki? Hukum rimba semau gue? Dengan konsekwensi penguasa juga dapat terkena hukum rimba ini?
Keseimbangan Pada Kekuasaan
Kekuasaan Indonesia Baru dibagi pada 3 unsur, yaitu Legislatif terdiri dari MPR/DPR, Ekesekuti terdiri dari Pemerintah, dan Judikatif terdiri dari Mahkamah Agung dan sistim peradilannya.
Lembaga Judikatif berperan sebagai pihak ketiga yang memutuskan perselisihan (perbedaan pandang) antara Legislatif dan Eksekutif. Putusan Judikatif adalah final dan tidak dapat dicampuri Legislatif dan Eksekutif.
Semua pengangkatan pejabat Pemerintah tingkat tinggi perlu mendapat persetujuan dari lembaga Legislatif sebelum memangku jabatannya. Seperti halnya sekarang seorang duta besar dan pejabat tinggi lainnya di screening oleh aparat BAIS yang kini berobah menjadi BIA, data pejabat tinggi tersebut diserahkan kepada Lembaga Legislatif untuk pertimbangan dan persetujuannya.
Kas Negara di tempatkan di Departemen Keuangan, tapi kuncinya dipegang Legislatif/DPR/MPR. Karena yang memberi persetujuan atas pengangkatan pejabat tinggi adalah Legislatif, bila seorang pejabat tinggi Eksekutif (Menteri Keuangan, misalnya) nakal (tentu dengan bukti-bukti yang nyata), Legislatif punya wewenang untuk memberitahukan kepada Eksekutif untuk memecatnya. Bila masalahnya cukup serios dan Presiden tidak memecatnya, Presiden di berhentikan (di impeach/pecat). Bila Presiden keberatan atas pemecatan menteri ini, masalah di putus oleh Judikatif.
Anggaran operasional Judikatif didasarkan undang-undang, dan dapat dipatok berdasarkan sebuah “persentase” anggaran negara supaya tidak dicampuri atau dipengaruhi oleh Legislatif atau Eksekutif, karena patokanya konstan walau jumlahnya bervariasi. Makin kaya Negara R.I., makin besar biaya dana operasional Judikatif, makin besar Judikatif tidak dapat dipengaruhi oleh Eksekutif atau Legislatif. Makin terpuruk Negara R.I. (karena korupsi besar-besaran, misalnya), makin lebih bermotivasi Judikatif gigih membawa mereka yang bersalah pada sistim peradilan karena dana operasionalnya di grogoti mereka yang kotor. Anggota Judikatif adalah manusia dan tidak kebal terhadap naik-turun pendapatan mereka.
Pada prinsip-prinsip yang mengalir pada program kerja ini, pelaksanaan lapangan – yang pasti akan ditarik oleh beraneka ragam kepentingan unsur kelompok – tetap perlu mematok pada prinsip yang hendak ditegakkan. Pada prinsip “keadilan yang sama” misalnya, pelaksanaan lapangan perlu mematok pada prinsip tersebut karena yang penting adalah hasil nyatanya, bukan berbagai macam kebijakan, peraturan dan teori yang tidak memuwujudkan “keadilan yang sama”.
Hukum, Peradilan & Keadilan* Hukum & Peraturan berlaku bagi semua, termasuk masalah kecil seperti pajak fiskal untuk keluar negeri.
Bilamana presiden dan wakil presiden keluar negeri, mereka dan semua menteri-menterinya patut membayar pajak fiskal juga. Apakah karena ia presiden maka ia kebal peraturan moneter? Apalagi ia dipilih oleh rakyat? Jawabannya adalah tidak, seperti halnya ia tidak kebal hukum.
Tidak ada pengecualian. Bila rakyat harus bayar, presiden pun harus bayar juga. Kalau presiden tidak bayar, rakyat tidak perlu bayar. Keadilan yang merata yang di dambakan dan di slogankan oleh berbagai macam partai politik saat pemilihan umum tahun 1999 lahir dari sikap masalah kecil. Kalau kita mampu memperbaiki masalah kecil, masalah besar akan pasti diperbaiki. Sikap ini perlu dimulai dan dilaksanakan karena menunjukkan pemerintah sungguh-sungguh melaksanakan keadilan yang berlaku bagi semua (“tanpa pandang bulu” yang sering di lontarkan).
Pejabat Australia, saat pemerintahannya mengenakan pungutan, memajak dan lain sebagainya, pejabat tingginya-pun (termasuk perdana menterinya) dikenakan pungutan yang berlaku bagi masyarakat biasa, termasuk tidak diperkenankan pimpinan bagian dari Australia berangkat ke luar negeri sebelum ia membayar suatu pajak yang ia belum bayar. Tawaran pejabat tinggi tersebut membayar setelah ia pulang, tidak dapat diterima oleh petugas kecil di airport negara tersebut. Tidak ada pengecualian sebab pejabat diambil dari masyarakat, dipilih oleh masyarakat dan tidak ada alasan apapun ia kebal dari pungutan ini seperti halnya tidak ada alasan ia kebal hukum.
Tiap pejabat negara harus membayar semua pungutan yang berlaku untuk rakyat biasa supaya pejabat yang mengeluarkan peraturan yang mungkin tidak bijaksana ini bisa merasakan sendiri peraturan yang ia keluarkan. Dana ini perlu dikeluarkan dari kantong sendiri, bukan dari anggaran instansinya karena pekerjaan instansinya adalah dalam negeri, bukan di luar negeri seperti halnya seorang diplomat.
Sikap “kamu bayar saya tidak” adalah sikap tidak demokratis, sikap feudalistis, dan sikap bekas jajahan Belanda yang membedakan lapisan masyarakat dengan lapisan lain. Masyarakat Indonesia Baru tidak perlu di jajah oleh bangsa sendiri yang kita pilih untuk memerintah kita.
Mereka yang kaya dan pergi ke luar negeri tidak merasa pungutan Rp 1 juta ini, apalagi bagi mereka pergi makan malam berempat 3-4 kali tiap minggu sudah menghabiskan Rp 4 juta. Yang merasakan adalah pengusaha kecil, dan pengusaha yang sedang mencoba cari pasaran luar negeri. Justru pengusaha kecil ini yang merupakan keandalan pembangunan bangsa kita karena mereka berjumlah ratusan ribu kali jauh lebih besar daripada orang kaya. Ketidak adanya kesadaran inilah yang menghambat pembangunan bangsa kita.
Hukum Negara & Hukum Militer Hukum Negara berlaku untuk semua pihak. Apakah ia orang biasa, pengusaha, pejabat pemerintah dan personil militer, hukum negara berkuasa atas segala hukum dan peraturan yang di buat oleh kelompoknya. Kelompok militer sebagai salah satu komponen masyarakat tidak memiliki ke-istimewaan. Militer adalah bawahan Negara.
Bila seorang prajurit sampai dengan pimpinan tertinggi militer melanggar hukum, yang bersangkutan dikenakan hukum kelompoknya (militer). Bila ia melanggar hak pihak diluar kelompok militer, hukum Negara berperan. Setelah ia dinyatakan bersalah oleh pengadilan militer, yang bersangkutan tersebut dipecat dari dinas militer dan berobah status menjadi orang sipil.
Hukum Negara berlaku dan mulai berperan bila terdakwa merampas hak orang sipil karena tidak ada personil militer tidak dipecat setelah dinyatakan melanggar hukum militer.
Dalam sebuah skenario setelah seorang militer diputus hukumannya oleh peradilan militer karena menyalahi prosedur militer dan adanya korban seorang sipil, maka hukuman selama 2 tahun penjara yang di putus oleh pengadilan militer (misalnya) Pengadilan sipil Negara kemudian mengambil alih peranan dan memutuskan hukuman selama 3 tahun penjara (misalnya).
Pengadilan Negara yang berperan akhir punya hak menetapkan apakah hukuman militer tersebut dijalankan pada saat bersamaan dengan hukuman Pengadilan Negara, atau dijalankan kemudian setelah selesai menjalani hukum militer tergantung oleh situasi/kondisi yang ditetapkan oleh pengadilan sipil/negeri. Yang menetapkan dijalankan secara bersamaan (kurungan menjadi 3 tahun, 2 tahun hukuman militer dijalankan bersamaan dengan 3 tahun hukuman Negara) atau secara terpisah (kurungan menjadi 5 tahun) adalah pengadilan Negara karena pengadilan ini yang mengambil peranan akhir, dan karena hukum negara berkuasa diatas hukum militer.
Menjadi anggota militer lebih berat dan lebih besar pertanggung jawabannya daripada menjadi orang sipil. Tiap prajurit sampai dengan tingkat atasan perlu menyadari ini, dan perlu mengamati dan menyadari konsekuensi dari statusnya sebagai seorang militer.
Narkoba* Narkotik dan bahan bahaya lainnya sudah memasuki wilayah negara kita dan kita telah dijadikan sasaran, bukan tempat penyinggahan lagi. Pimpinan negara yang sungguh-sungguh bertekad untuk membersihkan racun ini perlu mengalami secara pribadi betapa seriosnya, dan bagaimana rasanya kehilangan seorang putra yang terkena dan telah menjadi korban narkoba ini.
Seorang pimpinan negara yang mengalami ini akan lebih sadar akan hancurnya bangsa penerus kita, bilamana ia pernah mengalami anaknya sendiri terjerumus kedalam narkona ini.
Walau putra ini telah berulang kali keluar dari ketergantungan dengan kemampuan sendiri, karena lingkungan masyarakat sedemikian rupa, putra tersebut berulang kali terjerumus di dalam lingakaran ini sampai pada akhirnya tubuhnya terkena komplikasi lain (bukan karena AIDS) sehingga ia meninggal. Kehilangan seorang putra bungsu berusia 25 tahun bila dialami seseorang tua dan seorang ayah adalah penderitaan yang sangat luar biasa, jauh diatas penderitaan kehilangan seorang ibu dan bapak kandung, seorang adik/kakak kandung, bahkan seorang isteri – dan bahkan para orang tuanya kehilangan harapan untuk meneruskan kehihidupan di bumi ini.
Seorang ayah bila mendapat kemampuan untuk membersihkan racun ini dari tubuh bangsa kita, akan ia kejar sampai dengan tingkat sumbernya di luar negeri. Seorang pemimpin luar negeri lain yang mendengar bahwa putra rekannya dari negara lain telah menjadi korban, akan bersimpati dan mengizinkan ayah tersebut mengejar mereka-mereka yang berlindung di dalam negaranya.
Selain daripada itu seorang ayah yang memiliki kemampuan tersebut, dan menyadari betapa penderitaannya para orang tua lainnya yang kehilangan putra/putrinya, tidak akan memberi ampun kepada aparat yang terlibat, terutama karena aparat tersebut seharusnya menegakan hukum narkoba.
Pengalaman dan dasar pengetahuan kembali mendorong dan memacu seseorang dengan sungguh-sungguh untuk bertindak dan membersihkan racun ini di dalam negerinya karena pengalamannya di lapangan.
Tugas Duta Besar Di Negara Adidaya - Penjual Jasa Untuk Negara Seorang Duta Besar adalah seorang “penjual jasa”– seorang salesman yang bisa mempromosikan dan membawa aspirasi dan cita-cita negaranya kepada dunia internasional. Ia mempromosikan kemampuan Indonesia – lebih berat kepada positifnya dan mengurangi kelemahannya – dengan cara menjual intangible, yaitu yang tidak dapat dipegang secara fisik, tidak seperti menjual buku atau mobil.
Bukan seperti sekarang para dubes kita ongkang-ongkang kaki saja seperti di tempat peristirahatan. Maka dunia tidak menyadari Indonesia adalah negara nomor 4 terbesar di dunia, sehingga dapat di kritik dan dihujat terus-menerus. Dunia bersikap semacam ini karena kita tidak dikenal. Karena tidak dikenal kita di anggap negara kecil – bahkan negara yang tidak berarti.
Seharusnya, seorang dubes kita bukan seorang theoretician yang mengenal banyak ide dan teori yang belum tentu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.
Maka yang diperlukan adalah seorang pejabat tinggi negara yang memiliki pengalaman lapangan walau sebelumnya ia bukan berperan sebagai pejabat tinggi negara. Yang pasti seorang duta besar harus aktif, bukan pasif menunggu petunjuk saja.
Tidak Minder Hadapi Asing Para wakil kita dari tingkat rendah sampai dengan duta besar di luar negeri memiliki kesan ia minder, walau belum tentu dirinya merasa minder.
Wakil kita perlu menguasai bahasa-bahasa asing secara aktif supaya kesan minder oleh orang asing hilang. Tiap tahun saat ia berada di luar negeri ia harus diuji kemampuan bahasanya dan kemampuan lainnya, seperti di dunia militer. Ia tidak mendapat pos di luar apabila ia tidak lulus. Banyak orang lain dari penduduk 211 juta manusia yang pasti bisa.
Para diplomat kita adalah seorang yang mandiri, yaitu seorang yang mempunyai kemampuan untuk tetap berfungsi walau tidak ada dukungan formil dari pemerintahannya. Kemampuan ini akan memberi keberanian bagi diplomat tersebut untuk mencari pengetahuan secara mandiri yang ada di dalam negara yang ia ditempatkan. Semua orang yang berperan sebagai seorang pejabat negara bisa saja hidup dengan tenang karena ada dukungan dari pemerintahnya (gaji, rumah & lain-lain dibayar Pemerintah). Pejabat yang meminta petunjuk terus perlu diganti dengan mereka yang menunjukkan inisiatif.
Kebiasaan duta-besar termasuk Menlu kita sebelumnya, dan wakil-wakil kita – non-militer dan militer – sebagian besar 80% atau lebih yang pergi ke luar negeri sebagai diplomat, sebagai murid perguruan tinggi dan sebagai kunjungan resmi bersikap dan menunjukkan ia minder.
Sikap tidak minder bukan bersuara keras di forum internasional untuk menyembunyikan rasa mindernya, tapi bersuara lembut dengan rasa percaya diri, dapat memandang langsung ke mata orang yang di ajak bicara dengan melontarkan kelemahan-kelemahan sejarah negara yang kritis terhadap Indonesia langsung dimukanya, sekalipun ia presiden Amerika Serikat.
Masalah tidak minder bukan berarti pejabat Indonesia menguasai bahasa Inggeris saja karena banyak anak-anak SMP & SMA di Indonesia dapat berbicara dan menulis seperti anak kelahiran Amerika. Melainkan karena pejabat tinggi kita dapat membawa hal-hal yang bersifat kenagaraan Indonesia dengan menggunakan bahasa asingnya dan dapat menjembatani kebudayaan asing dan kebudayaan Indonesia supaya lahir saling pengertian antara ke dua pejabat tinggi negara asing dan pejabat kita.
Karena kemampuan menjalin saling pengertian ini, maka pejabat Indonesia akan membuat pejabat negara lain tunduk dengan keinginan Indonesia. Bahwa bukan semua pejabat asing bisa berbahasa Indonesia, tetapi tujuan kita adalah kita mau menjadi lebih hebat daripada pejabat tinggi asing.
Lebih penting lagi ia punya kemampuan membela unsur-unsur yang dihujat di Indonesia dengan cara wajar dan masuk akal, misalnya membela TNI karena bukan semua TNI tidak benar – dengan cara mengajukan hal-hal yang Negara Barat dan angkatan bersenjatanya pernah melakukan sendiri. Bangsa Indonesia bukan memiliki monopoli terhadap keonaran dan pelanggaran HAM.
Misalnya, pada saat negara Indonesia di kritik, bahkan di hujat di forum-forum internasional seperti di United Nations di depan Security Council, seorang duta besar, seorang Menlu, bahkan seorang Wapres Indonesia, dapat menjawab dengan kata-kata kurang-lebih sebagai berikut:
"Before I reply to the Council's criticisms and those Western nations critical of Indonesia, I would like to bring to your attention the historical atrocities of the deaths of 6 million Jews and deaths of 1.1 million Vietnamese committed by these nations in the last 50 years, and even historical atrocities committed during the last 250 years in China and Africa. These nations are in no position to criticize Indonesia.
"Indonesia is not perfect – like those nations which committed atrocities are not perfect, and had their own dark periods in their histories. Indonesia is a huge nation–it has become the world's third largest democracy. It's territories cover 5,600 kilometers and this means covering England, all of western and eastern Europe, and most of the Middle East and has a culture some 2000 years old. It is in the process of growth pains leading to a democracy and justice for its people. Huge nations do not commit atrocities.
"Let us therefore find solutions to these problems for the benefit of the common people of Indonesia because the Indonesian nation does not knowingly condone the killing of its own kind. For Indonesia and other Asian, African and South American nations subjected to these atrocities during their colonial periods, criticisms in the chamber of the United Nations are hollow and hypocritical. Let us therefore find a more realistic solution reflecting the gentle people of Indonesia and its culture."
Ucapan semacam ini – disesuaikan dengan keadaan pada saat itu – dengan kata-kata yang cukup halus diucapkan tanpa text seperti Bill Clinton yang dapat mengucapkan pidatonya tanpa text karena keluar dari hati nuraninya.
Ucapan semacam ini tidak menyingung karena mengingatkan kembali fakta-fakta mereka dipaksa untuk ingat. Sehingga yang merasa minder bukan bangsa Indonesia, melainkan Amerika, German, Portugal dan negara-negara lain yang kritis yang pernah membuat ke-onaran dalam sejarah mereka. Ini adalah salah satu contoh.
Dengan keberanian dan menghilangkan sikap rendah diri ini oleh pejabat Indonesia, para diplomat dan pimpinan asing di forum internasional akan lebih berhati-hati mengkritik Indonesia karena mereka akan sadar bahwa para diplomat kita bukan orang-orang lemah lembut seperti pelayan yang “melayani atasan”.
IMF Dapat Di Pengaruhi* IMF adalah organisasi yang membagikan keuangan kepada negara penerima. Bank Dunia adalah organisasi yang menyimpan aset dan kolateral milik berbagai negara, termasuk Indonesia. Pada saat mantan wakil presiden Amerika Serikat tiba di Indonesia 2 s/d 3 minggu sebelum mantan presiden Soeharto lengser, ia membawa pesan. Secara ringkasnya, negara Indonesia yang berhutang tidak mungkin di datangi pejabat tinggi asing kalau Indonesia tidak memiliki sesuatu yang diperlukan negara asing. Pengusaha, terutama pengusaha yang memiliki usaha besar dengan jumlah milyaran dolar, lebih jeli memantau hal-hal semacam ini dari pada pejabat tinggi negara.
Keterangan lengkap yang menguraikan informasi ini dapat dibaca di berbagai halaman internet dengan alamat, antara lain, di: https://members.tripod.com/~timor-east/1-Nationsnotattack.html dengan judul “Major Nations Will Not Attack Indonesia–Like Kosovo & Iraq Because Their Financial Assets Will Be In Jeopardy”.
Membela Indonesia Terhadap Asing di Internet* Pandangan dan sikap Indonesia Baru perlu bersikap seperti yang tertulis di berbagai halaman internet dengan alamat internet, antara lain di: http://listen.to/east-timor yang judul-judulnya adalah berikut:
- The 211 Million Gentle People of Indonesia
- Clinton: Timor Better Off With Indonesia • Pro-integration: “We have Rights!”
- Should The Nobel Peace Prize Committee Be Sued?
- Biased Reporting Provokes People
- What Motivates Rights Groups & Some Diplomats To Exaggerate, Falsify Atrocities
- Very Naive ...
- People Only Want To Live In Peace
- The Bishop Who Doesn't Recognize Forgiveness – The Australian Daily
- The Insolent Australian
- A China-Indonesia Alliance
- TNI Troops Will Not Attack But Will Retaliate If Conflict Occurs
- Domination of The Javanese Character Reality Versus Fiction of International Threats
- Major Nations Will Not Military Attack Indonesia To Preserve Self-Interests
- Fallacy Of 80% Chinese Economic Domination
- Boycotting Indonesian-made Products Will Not Work
- Nation Manufactures Its Own Weapons
- Indonesians Are Incensed With Treatment of Its Own People
Jakarta, 26th. August, 1999 - Alamat Internet: http://come.to/suryo-di-puro • atau http://www.suryo.net
Lahir : Jakarta, 28 Desember, 1941 (58 tahun pada bulan Des.) Alamat : Jalan Gabus No. 36 Kavling 5, Arteri T.B. Simatupang, Pasar Minggu, Jakarta 12520 Alamat E-Mail: suryo@email.com Alamat Internet Web Page Keluarga (Personal Web Page): http://come.to/suryo Alamat Faksimili: 62-21-7883-1310
Di Roma, Italia, awal tahun 1950-53 Di Canada tahun 1953-57 Di Jakarta tahun 1957 Di Roma, Italia, tahun 1957 Di Amerika, sebagai penerima bea siswa Fulbright* untuk sosial-politik s/d 1964 Di London, journalistis tahun 1964. (Foto kanan Juli, 1999) Pengalaman Kerja 35 tahun, 1964-1999
(Foto kanan dengan cucu ke-3, Samudra, di N.Y., Agustus, 1999).
Wartawan berbahasa Inggeris di Kantor Berita Nasional ANTARA, Koln, Jerman Barat 1965-68 Pialang & stock broker Pengusaha pialang stock broker Amerika di Jerman, Swiss dan di Tehran 1969 Pengusaha pialang & asuransi di Jakarta 1969-71Pendiri Usaha
Pembantu, Staf Ahli Mensesneg, Sekretariat Wakil Presiden 1978-80, diantaranya sebagai staf pengajar/dosen bahasa.
Tiap 1 SST akan dipergunakan oleh minimum 2 orang. Menyentuh langsung ± 60 juta orang dengan potensi mengembangkan diri bagi tiap orang. Sarana ini akan permudah penjualan hasil panen/hasil usahanya secara langsung ke pasarnya di sesama desa di daerah lain, di kota besar, dan langsung ke pasaran internasional. Biaya investasi US$ 62 milyar dalam 20 tahun. Meningkatkan kemampuan untuk mensejahterakan diri di tiap lingkungan melalui peningkatan keadaan ekonomi di lingkungannya. Menciptakan lapangan kerja di pedasaan. Memperlancar sarana komunikasi pemerintahan pusat ke tingkat I & II, dan sebaliknya.
Melobi pemerintah R.I. supaya konsep partisipasi swasta di terima 1986-1988. Mendapat berbagai dukungan resmi/tertulis dari berbagai perusahaan multi-nasional di bidang telekomunikasi dengan konsep PBH 1988-1999.
Undangan resmi Sekjen Parpostel tgl. 8 Agustus, 1988 No. PB.103/2/3/.PTT meminta penjelasan konsep PBH. Presentasi resmi selama 55 menit tgl. 26 Agustus 1988 di pandu oleh Sekjen Dep. Parpostel & dihadiri oleh 115 pejabat teras (Irjen & para direktur instansi) yang mendaftar dari 3 BUMN, Bappenas, Dep. Industri dan Parpostel, dan tanja-jawab selama 3.5 jam, seluruhnya 4.5 jam,
Supaya biaya pemasangan & tarif sarana telekomunikasi dan tarif pulsanya di sesuaikan dengan kemampuan daya beli rakyat.
Satu dari 3 pendiri yaitu Yayasan Serangan Umum 1 Maret 1949 dan pemegang saham sebesar 10% PT Cellfone Nusantara, menyatakan keluar dari lingkup perusahaan tahun 1996 (terlaksana 1997), dan saham sebesar 90% di ambil alih oleh Yayasan Suryo-di-Puro. Peranan Yayasan tersebut mendorong pejabat pemerintah R.I. untuk memperhatikan dan mengadopsi konsep PBH yang menghasilkan usaha-usaha bidang lain yang dimonopoli pemerintah (dasar usaha lain di bidang TV, komunikasi seluler, jalan tol, perlistrikan, dll.).
Pejabat teras yang mendukung program kerja adalah Lt. Jen Hendro Priyono saat ia menjabat di Bina Graha Okt. 1998.
Tahun 1998 pendana internasional murni, dan berbagai perusahaan multi-nasional, diantaranya Lucent Technologies Pusat USA (bukan Lucent di Indonesia) dari Amerika Serikat, menandatangani kerjasama notariel dengan Yayasan Suryo-di-Puro diwakili pemegang saham mayoritas/pemilik Lucent dimana Lucent Pusat akan memasukan investasi sebesar US$ 7 milyar, dengan tahapan pertama sebesar US$ 1,25 milyar yang permohonannya dimasukan ke dalam BKPM. Lucent, dahulu bernama Western Electric, dan kemudian AT&T Laboratories, adalah perusahaan tertua dan terbesar dunia bidang ristek & teknologi berusia 130 tahun, dahulu bagian dari perusahaan telekomunikasi terbesar dunia AT&T dan mendapat 8 hadiah Nobel bidang teknologi, telah mendemonstrasikan teknologi ISDN canggih tanpa kabel di Telkom Surabaya selama 3 bulan bersama kami sebagai mitra usahanya yang direncanakan untuk pemasangan di seluruh Indonesia.
Usaha patungan ini merencanakan subsidi proyek
selama 10 tahun agar pemakai di desa tetap
Putra mantan presiden kemudian ikut campur, kami
melepas peranan ini, dan Lucent pindah ke putra tersebut berdasarkan kesepakatan
dan persetujuan tertulis kami sebagai pihak yang dimodali Lucent. Perusahaan
multinasional tidak rela di dikte. Karena berbagai kepentingan di Indonesia
yang telah beroperasi (mis. pabrik sentral otomat AT&T di Krawang),
mereka tunduk kepada keluarga presiden. Putra tersebut kemudian diharuskan
membayar saham 30% secara tunai oleh Lucent, dan sisa 70% oleh Lucent.
Usaha US$ 7 milyar gagal 6 bulan kemudian dan tidak dapat dilanjutkan karena
setoran modal tunai yang diminta tidak dapat diadakan oleh putra presidentersebut.
Sebelumnya, kami (Yayasan Suryo-di-Puro) mendapat saham 60%, dibiayai
100% oleh Lucent.
PBH diakui oleh
Bank Dunia bulan
Juni 1997 di kutip dari berbagai media massa internasional, termasuk The
Jakarta Post “...perkembangan dunia telekomunikasi di daerah
Asia menjadi pesat berkat adanya pola bagi hasil ...”, sebagai
sarana yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi Asia, “...
jauh diatas investasi di bidang manapun ...”.
Pemilik dana international yang berperan sebagai pendana atau wakil pemilik dana. Pelaksana pemilik dana (dunia perbankan) seperti chairman of the board, direktur, para manager cabang dari berbagai perbankan internasional termasuk dari Swiss. Pengawas pemilik dana seperti pengacara keuangan, akuntan publik, dan konsultan keuangan pendanaan asing.
Tiap operator dapat menentukan tarif dibawah tarif telkom karena saingan tarif. Tiap orang menikmati sarana komunikasi yang sesuai dengan daya beli masyarakat. Pribadi - Keluarga
Ibu dari seorang Putri usia 34 tahun, dan 2 Putra masing-masing usia 33 dan 25 tahun.
Lulusan insyur teknik lingkungan I.T.B. dengan Summa Cum Laude yang pertama diberikan oleh I.T.B. di fakultas tersebut, (Putri, foto kanan, Jakarta 1997) Bekerja dan 5 tahun kemudian penerima bea siswa penuh dan lulusan pasca sarjana dari University of Hawaii pada bidang managemen lingkungan serta teknik lingkungan dan perencanaan kota (City Planning). Setelah bekerja di Indonesia, Canada, Belanda, Amerika, Jepang, ia bekerja sebagai salah satu pimpinan Proyek United States Agency for International Development (U.S. AID) Bidang Lingkungan Pemerintah Amerika Serikat di Kedutaan Besar U.S.A., Jakarta, dan kini bekerja di perusahaan patungan Indonesia-Amerika di bidang lingkungan.
Mantan Ketua Dewan Mahasiswa, lulusan Unpar, Bandung, di bidang Sosial Politik dan Hukum Internasional, dan M.A. di St. John's University di New York, menikah dengan 2 anak laki-laki berusia 3.5 dan 2.5 tahun. Sejak tahun 1996 menjabat sebagai diplomat/Sekretaris II di P.B.B. (Perwakilan Tetap Indonesia Perserikatan Bangsa-Bangsa/United Nations). (Foto kiri Cucu Rimba, Menantu Dewi Dayat & Cucu Samudra, New York, Agustus 1999). Menjabat sebagai juru bicara/spokesman untuk Grup-77 (perkumpulan 130 negara gerakan non-blok) & Cina, di P.B.B. New York, N.Y., Amerika Serikat, dan pada tahun 1993 sebelum ke New York menjadi asisten Bapak Nana Sutresna (Duta Besar Keliling dan Direktur Eksekutif pada Gerakan Non-Blok [GNB] dibawah Presiden Soeharto) di Departemen Luar Negeri.
Salah satu pendiri dan perintis Radio Republik Indonesia (RRI). Veteran Pejuang Kemerdekaan R.I. Golongan ‘A’, Awal 1950 mejabat sebagai diplomat senior di Roma, Italia, di Ottawa, Canada, dan Chargé d’Affaires dan Duta di Tunis, Tunisia dan London di bawah Pemerintahan Presiden Soekarno, Mendapat Penganugerahan Satyalancana Karya Satya serta Perintis Kemerdekaan R.I., penghargaan serta penganugerahan dari berbagai negara lain. (Foto kanan, saat mempimpin KBRI di London, tahun 1965). Pensiun pada tahun 1969, beliau di angkat kembali sebagai Duta Besar oleh Presiden Soeharto pada tahun 1970 untuk Kerajaan Afghanistan s/d tahun 1974. 1974 diangkat kembali berdasarkan Keputusan Presiden R.I. 17/K 1974 sebagai Staf Ahli Menteri Sekretaris Negara sampai dengan wafatnya pada Oktober 1991 pada usia 76 tahun. Pejuang dan selichting (berkawan & seumur) dengan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Mr. Achmad Soebardjo, Mr. Sunaryo, Bapak Adam Malik (ketiga-tiganya mantan Menlu), Bapak Roeslan Abdulgani dan tokoh-tokoh nasional lainnya. R.M. Suyoto Suryo-di-Puro adalah keturunan Raden Mas Said, Raja Mangku Negoro I (MN I, dikenal sebagai Pangeran Samber Nyowo dan Pangeran Sapu Jagat) dari Solo (Surakarta), Jawa Tengah yang keturunannya berawal dari Sunan Kali Jogo dari ke 9 Wali dikenal dengan Wali Songo. |
dan mantan wartawan & editor berbahasa Inggeris di kantor Berita Perancis AFP dan kantor Berita Antara di London, Paris, & Koln pada pertengahan tahun -'60s |
Starting Point Hot Site. |
|
|
|
Indonesia’s largest circulation daily versi Indonesia | English | Dutch |
- Pos Kupang |